Subscribe:

Ads 468x60px

.

Kamis, Januari 13, 2011

Musik Etnik Atjeh


Rafly, penyanyi etnik yang konsisten dalam nilai keacehannya
Rafly, penyanyi etnik yang konsisten dalam nilai keacehannya
Yaa Rasuulullah, yaa habiibullah
Ka sep keuh bala nyang neubri
Kamoe leumoeh cit hana daya
Laa haula walaa quwwata illa billah
(Terj: ya rasuulullah ya habiibullah. Cukuplah sudah bala Kau beri. Kami lemah tiada daya. Laa haula walaa quwwata illa billah).
Lelaki itu mengalunkan suara tinggi melengking, terkadang merendah, memecah langit-langit Aceh. Rafli, nama lelaki itu. Sosok yang bisa dengan tegas bisa saya sebutkan sebagai satu-satunya penyanyi yang begitu istiqamah mengangkat lagu-lagu orisinil berbau etnik Aceh. Lengkingan suaranya memang sangat tinggi, sehingga dengan begitu mudah merasuk ke telinga. Tidak berhenti di sana, bahkan dalam waktu beberapa jenak saja, sudah berpindah ke hati.
Jauh, sebelum lagu itu dikenal masyarakat Tanoeh Serambi Mekkah itu. Di mana-mana, masyarakat Aceh sudah begitu akrab juga dengan nyanyian syahdunya. Sehingga, ibu-ibu sampai ke anak kecil menyanyikan lagu-lagu penyanyi asal Aceh Selatan itu. Seperti:
Yaa Rabbana, ya Tuhan kamoe
Tuloeng kamoe nyoe, hudep lam donya
Beuneupeuampoen, sigala desya
Beujioeh bala, ya ya ya Rabbana
(Terj: ya Rabbana, ya Tuhan kami, tolonglah kami ini hidup di dunia, ampuni segala dosa-dosa kami. Jauhi segala marabahaya dan bala, ya Rabbana)
Setiap meresapi dan memahami Bahasa Aceh akan langsung merasakan suara ajakan yang lebih menyentuh daripada lagu-lagu cengeng tentang cinta. Mengajak untuk melihat diri sebagai pendosa, untuk kemudian mengakui dosa dan bertaubat. Sebuah ajakan yang sama sekali jauh dari aroma menggurui.
Lam padang mahsya luah meuhalak
Meuribee thoen jak, meuribee thoen jak tapasang unta
Uroe that tutoeng, kayee tan sibak
Di ateueh  utak, di ateueh utak, uroe meunyala
(Terj: Di padang mahsyar luas tak terkira. Beribu tahun perjalanan menggunakan onta. Panas matahari begitu panasnya, tiada satupun pepohonan. Di atas kepala, matahari itu menyala).
Terasa sekali, pori-pori dada seakan terbuka serasa sebuah goa. Sehingga nyanyian itu menggema dan bersahut-sahutan di kalbu. Itu yang menjadi kelebihan penyanyi yang juga seorang guru madrasah ini. Selain ia dikenal sebagai penyanyi yang tidak pernah tertarik untuk meng copy-paste irama-irama lagu luar baik dari India atau mana saja seperti yang kerap dilakukan pedangdut.
Tak heran, pada berbagai show yang ia lakukan bersama grup bandnya, Kande Band, selalu saja mampu menarik minat masyarakat Aceh untuk beramai-ramai bisa berhadir. Sekalipun hujan, masyarakat tetap dengan setia memelototi sambil membuka telinga lebar-lebar atas aksi panggungnya.
***
Rafly, sangat layak disebut sebagai pionir dalam hal konsistensinya. Meskipun sebelum kemunculannya di jagat musik Aceh dan Nasional, sudah pernah terdengar nama Mukhlish Nyawoeng. Pelantun lagu: beudoeh hai rakan, beudoeh hai rakan ta bangun nanggroe….
Sayangnya, ia meninggal setelah didera penyakit tanpa adanya bantuan dari pihak pemerintah. Meskipun ia sudah mengangkat dan memelihara bagian dari khasanah Aceh lewat musiknya. Semoga saja, Rafli tidak sampai mengalami nasib seburuk pendahulunya itu.

0 komentar: